Archives

gravatar

Tom Jacob S.J.: "Vatikan II: Hidup atau Mati?"


Artikel ini adalah cuplikan atas tulisan Prof.DR.Tom Jacob, S.J. dlm Majalah Rohani, Juli 1993.... Semua itu berubah dengan Konsili Vatikan II, dimana orang untuk pertama kalinya mulai sadar akan keterbatasan Gereja dalam wujud kebudayaan Eropa. Dalam konfrontasi dengan kebudayaan-kebudayaan lain, khususnya dari Asia dan Afrika, Gereja menjadi sadar bahwa penampilannya dalam rupa Eropa tidak berasal dari Yesus, melainkan berkembang dalam peredaran jaman. Dan disadari pula bahwa apa yang berabad-abad lamanya menjadi rupa Gereja, ternyata tidak musti demikian. Juga bisa dengan cara yang lain.



Klik ini untuk kelanjutannya
gravatar

Ign.Suharyo: Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita


Judul Buku=
The Catholic Way: Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita

Buku ini berisi wawancara dgn Mgr.Ignatius Suharyo (Uskup Agung Semarang 1997 – 2009). Berikut adalah cuplikan-cuplikannya...











Sub judul 1: Menjadi Katolik Indonesia
Mengenai Iman, hal. 13:
... Rumusan-rumusan ajaran tentang Tritunggal ini praktis berasal dari Konsili Nicea (325) dan Konsili Konstantinopel (381). Dogma ini bukan ajaran baru yang berbeda dari yang terdapat dalam Kitab Suci, melainkan perumusan pemahaman atas wahyu dalam bahasa dan konsep-konsep zaman tertentu, budaya dan filsafat tertentu, yaitu Yunani....

Mengenai Perpecahan Gereja, hal. 21.
Yang disebut skisma Timur (1054) memecah Gereja Katolik menjadi Gereja Barat yang dipimpin Paus Leo IX dan Gereja Timur yang dipimpin oleh Batrik Konstantinopel Mikael Cerularius. Perpecahan dini disebabkan oleh alasan oleh alasan pribadi, ritual, dan sosio-budaya. Yang disebut skisma Barat (1378-1417) memecah Gereja Katolik menjadi tiga bagian yang masing-masing dipimpin oleh Paus, yang berkedudukan di Roma, Avignon, dan Pisa. Perpecahan ini disebabkan terutama oleh kepentingan raja-raja yang dibela oleh sebagian pangeran-pangeran Gereja. Perpecahan juga merupakan akibat dari praktek hidup Gereja pada waktu tertentu yang dianggap salah. Reformasi yang dilakukan oleh Martin Luther – yang secara umum dikatakan memecah Gereja menjadi Gereja Kristen Protestan dan Gereja Katolik – berawal dari praktek penjualan indulgensi oleh Tetzel OP pada tahun 1517. Dari itu berkembanglah perpecahan yang disebabkan oleh ajaran-ajaran yang semakin berbeda. Untuk memahami dengan baik perpecahan ini diperlukan studi yang sungguh-sungguh mengenai masalah-masalah kompleks yang ada di belakangnya.

Sub judul 2: Negara, Pancasila, dan Bonum Commune
Hal. 52:
... Statuta KWI yang disahkan pada bulan November 1987 menyatakan, “ Dalam terang iman Katolik, Konferensi Waligereja Indonesia berasaskan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (pasal 3).”

Sub judul 3: Dialog Antar Agama
Hal. 88 – 96 berisi tentang dokumen Konferensi Waligereja Indonesia yang berjudul “Partisipasi Kita dalam Memulihkan Martabat Manusia dan Alam Semesta (November 2001). Hal 95-96, berisi poinke 66 dokumen tersebut:
66. Maka dengan ini, kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
a.
b.
c.Tidak menyetujui siapa saja, termasuk jika ada dari kalangan Katolik sendiri, yang berusaha memaksakan ketentuan partikular agamanya ke dalam ketentuan-ketentuan umum secara formal, karena hal itu dapat dipandang sebagai usaha untuk membubarkan Negara Republik Indonesia.
d.Mendesak agar pemerintah berusaha dengan tegas dan tidak ragu-ragu untuk membela Negara Republik Indonesia dari usaha-usaha mengubah hakikatnya.
e.

Sub judul 4: Perdamaian dunia
Hal. 110:
Mengenai konflik dan perang, terutama antara Israel dengan Palestina, pertama-tama harus ditegaskan bahwa konflik ini bukanlah konflik agama. Namun salah satu hal yang membuat hubungan ini parah memang berkaitan dengan agama, yaitu isu agama digunakan untuk menghadapi masalah-masalah sekuler.

Hal. 113:
Hanya orang yang tidak paham yang akan melihat bahwa itu konflik antara orang Yahudi dan Islam karena banyak sekali orang dan tokoh Palestina yang menjadi korban adalah orang Kristiani juga. Yang pasti, serangan yang dilancarkan oleh Israel sama-sama perlu ditolak, seperti serangan Hamas pada Israel. Semua itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama, tetapi karena serangan kedua pihak membunuh kehidupan.

Sub judul 7: Korupsi
Hal. 131, setelah berbicara mengenai bagaimana agama berperan menentang korupsi:

... Kalau agama- agama di Indonesia mau sungguh membantu bangsa ini, kumpul saja para pemimpin agama-agama itu, lalu menggerakkan seluruh umatnya untuk memulai gerakan habitus baru tidak korupsi. Saya kira kompetensi agama-agama terletak di situ karena agama tidak mungkin berkompetensi menerapkan hukum anti-korupsi secara sipil dalam tata negara. Namun jangan lupa bahwa lembaga agama yang paling suci pun tidak lepas dari godan untuk korupsi.



Sub judul 11: HAM dan Teologi Pembebasan
Hal. 170:
Penduduk di negara-negara Amerika Latin boleh dikatakan hampir seluruhnya Katolik, termasuk para pemimpinnya. Sementara itu sebagian besar penduduknya miskin atau amat miskin. Selama berabad-abad mereka ditindas, baik oleh bangsawan pada masa lampau, para penjajah, dan saat ini oleh para penguasa. Situasi seperti ini dilestarikan oleh kekuasaan untuk mempertahankan diri dan membela kepentingan orang-orang kaya (yang juga Katolik) dan tentu saja sekaligus menguntungkan penguasa itu sendiri. Sementara itu rakyat yang miskin dan tertindas itu tidak berdaya memperjuangkan nasib mereka. Situasi yang tidak adil yang amat menindas ini menimbulkan pertanyaan eksistensial atau bahkan pertanyaan iman yang mendasar...


Klik ini untuk kelanjutannya
gravatar

Louis Leahy : Sains dan Agama

Judul Buku : Sains dan Agama Dalam Konteks Zaman ini
Penulis : Prof.Dr.Louis Leahy, S.J.

...Penelitian-penelitian mereka (Isaac Newton, Kepler, Kopernikus, Galilei, Descartes -pen) yang berani telah membantu penetapan batas-batas berbagai tata pengetahuan secara lebih baik. Dalam hal ini mereka tidak selalu mendapat sambutan baik, dan bahkan Gereja sendiri memerlukan waktu lama untuk menerima dengan ikhlas titik pandangan mereka.

Pengalaman Galilei merupakan suatu ilustrasi yang khas tentang hal ini. Sungguh pengalaman itu pahit, namun jasanya tak ternilai bagi dunia ilmu serta gereja, karena membuat kita memahami dengan lebih baik hubungan antara kebenaran yang diwahyukan dan kebenaran-kebenaran yang ditemukan secara empiris. Ia sendiri mengesampingkan adanya suatu kontradiksi sejati antra sains dan iman: kedua-duanya berasal dari sumber yang sama dan harus dikembalikan kepada kebenaran pertama.
(hal 149-50, Pidato di Akademi Pontifikal Ilmu-ilmu Pengetahuan oleh Yohanes Paulus II, 20 Oktober 1986)

...Lalu, representasi geosentris alam semesta adalah sesuatu yang diakui secara universal dalam kebudayaan waktu itu (abad pertengahan -pen) sebagai yang sangat sesuai dengan ajaran kitab suci dimana beberapa istilah, kalau dibaca secara harafiah, seakan-akan merupakan suatu pembenaran mengenai geosentrisme. Masalah yang muncul dari para teolog waktu itu adalah kompabilitas antara heliosentrisme dan kitab suci.

Dengan demikian, sains baru, dengan metode-metode dan kebebasan riset yang diandalkan, memaksa ahli teologi untuk bertanya-tanya mengenai kriteria mereka sendiri dalam menafsirkan isi Kitab Suci. Namun kebanyakan dari mereka tidak mampu melakukan itu.

Secara paradoksial, Galileo, orang relijius yang jujur itu, tampak lebih cerdas daripada para teolog yang menjadi lawan-lawannya. "Meskipun Kitab Suci tidak bisa keliriu", tulisnya kepada Benedettto Castelli, :namun sementara penafsir dan komentatornya bisa keliru dalam berbagai cara."...
(hal 161, Pidato di akademi pontifikal Ilmu-ilmu Pengetahuan dari Yohanes Paulus II, 31 Oktober 1992)


"Jika terjadi kewibawaan Kitab Suci diperlawankan dengan sesuatu yang jelas dan pasti, itu berarti orang yang menafsirkan Kitab Sucilah yang tidak mengertinya secara benar."(kata Santo Agustinus -pen)
(hal 164)


Klik ini untuk kelanjutannya
gravatar

Norman P.Tanner, S.J.: Konsili Konsili Gereja - Sebuah Sejarah Singkat


Judul Buku = Konsili Konsili Gereja - Sebuah Sejarah Singkat
Penulis = Norman P.Tanner, S.J.
(tulisan miring adalah dari penulis blog berdasar buku itu)

(Konsili yang diakui sebagai Konsili Ekumenis baik menurut Gereja Barat maupun Gereja Timur adalah 7 konsili pertama. Istilah “Konsili Ekumenis” sendiri secara sederhana diartikan sebagai konsili yang mewakili seluruh Gereja tanpa melibatkan para rasul. Munculnya istilah ini untuk membedakannya dengan konsili-konsili lain yang lebih kecil lingkup nya, misalnya konsili2 lokal, juga dengan pertemuan yg dilakukan para rasul, misalnya “Konsili” Yerusalem oleh para rasul sebagaimana yang disebutkan dalam Bab 15 Kisah Para Rasul dan peristiwa Pentakosta.- rangkuman pen)


...(hal. 27)...
BAB SATU
Pada umumnya ada tujuh konsili yang diakui sebagai konsili ekumenis baik oleh Gereja Timur maupun oleh Gereja Barat karena konsili-konsili itu diadakan sebelum terjadi skisma dua Gereja Abad 11, yakni Konsili Nicaea I pada tahun 325, Konsili Konstatinopel I pada tahun 381, Konsili Efesus pada tahun 431, Konsili Kanseldon pada tahun 451, Konsili Konstantinopel II pada tahun 553, Konsili Konstatinopel III pada tahun 680-681, dan Konsili Nicaea pada tahun 787. Konsili-konsili ini kerap kali dibicarakan sebagai tujuh konsili Gereja Utuh Tak Terpecah dan menduduki tempat istimewa dalam tradisi kristiani.


Klik ini untuk kelanjutannya
gravatar

Nostra Aetate, (cuplikan)


(Konsili Vatikan II tahun 1962-1965 menghasilkan 16 dokumen, yang terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit dan 3 Pernyataan. Salah satu bagian dari hasil tersebut adalah Pernyataan “Nostra Aetate”, yaitu pernyataan Gereja Tentang Hubungan Gereja Dengan Agama-Agama Bukan Kristen. Buku terbitan KWI di bawah ini memaparkan Pernyataan “Nostra Aetate” yang disahkan 28 Oktober 1965 tersebut seutuhnya. Tulisan berikut adalah beberapa bagian 2,3 dan 4 dari terjemahan “Nostra Aetate” tersebut. -pen)



Judul Buku: Dokumen Konsili Vatikan II
Diterjemahkan dari naskah resmi bahasa latin oleh R. Hardawiryana, S.J.

(Bag 2, berkaitan dengan agama bukan kristiani-pen)
Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini di antara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi ataupun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat relijius yang mendalam. Adapun agama-agama yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah-masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih terkembangkan. Demikianlah dalam Hindhuisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah serta dengan usaha-usaha falsafah yang mendalam. Hindhuisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau melalui permenungan yang mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan. Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh kebebasan yang sempurna, atau – entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas – mencapai penerangan tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat di seluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci.

Gereja Katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allahmendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.

Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup kristiani, mengakui, memelihara, dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka.

(Bag 3, secara khusus berkaitan dengan agama Islam-pen)
Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham – iman Islam dengan suka rela mengacu kepadanya – telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari Pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga manjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa.

Memang benar, di sepanjang zaman cukiup sering telah timbul pertikaian dan permusuhan antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua, supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan.


Klik ini untuk kelanjutannya
gravatar

Heru Prakosa, S.J. (Okt2007): Selamat Idul Fitri

Ucapan selamat hari raya Idul Fitri saat setiap akhir bulan Ramadhan banyak terlontar dari kalangan saudara-saudari Muslim dan non-Muslim. Tak terkecuali di akhir Ramadhan 1428 H/2007 M ini; sebuah surat berisi pesan dan salam hangat sempat melayang dari Vatikan.

Tradisi pengiriman surat dari Vatikan kepada kaum Muslim di pelbagai belahan dunia saat hari raya Idul Fitri telah berakar lama. Pada tahun 1993, Vatikan memperingati 25 tahun atas itu. Berarti, tradisi ini telah berlangsung sejak 1968. Hanya pada tahun 1991, kebiasaan itu sempat tak terlaksana. Namun, itu tak berarti tidak ada apa-apa yang terkirim dari Vatikan pada tahun itu. Semua pihak mengetahui, pada tahun itu terjadi Perang Teluk. Atas pertimbangan ini, Paus Yohanes Paulus II memutuskan untuk mengirim surat istimewa kepada kaum Muslim.

Memang pada akhir Ramadhan, dari Vatikan banyak terkirim surat dalam berbagai bahasa dan tidak berhenti pada ucapan selamat. Di dalamnya terkandung wacana tentang beberapa hal yang menjadi keprihatinan bersama umat Muslim dan Kristiani. Maksudnya, untuk mengadakan sharing religius yang berdasar pada—meminjam istilah Paus Yohanes Paulus II—iman Abraham akan Allah yang Esa, Maha Kuasa, dan Maha Rahim. Beberapa tema yang diangkat ialah penyerahan diri, kesaksian hidup, perjumpaan dalam semangat doa, kesatuan, solidaritas, keadilan, pembangunan dialog, nilai kemanusiaan di zaman teknologi, dan perdamaian.

Idul Fitri 1428 H/2007 M


Tahun ini, melalui Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beriman, Vatikan mengangkat tema "Umat Islam dan Umat Kristiani Dipanggil Memajukan Budaya Damai". Bentuk dan isi surat diringkas sebagai berikut.

Surat diawali penyampaian salam persahabatan. Lalu, kalimat-kalimat mengalir ke arah sharing religius, bermuara pada ajakan untuk membangun persaudaraan yang semakin meluas dalam semangat antikekerasan dan budaya damai. Disinggung pula perlunya dialog di antara umat Muslim dan Kristiani yang disertai kesaksian hidup atas dasar penghargaan antarsesama sebagai saudara seciptaan, menghindari munculnya kotak-kotak budaya atau agama.

Sementara itu, keluarga, pelaku dunia pendidikan, dan pemuka masyarakat—sipil ataupun keagamaan—memiliki tugas yang tidak sederhana. Mereka diharapkan mampu berperan aktif dalam mendampingi kaum muda sebagai pemegang tanggung jawab atas dunia di masa depan demi terciptanya solidaritas atas dasar nilai kemanusiaan universal.


Klik ini untuk kelanjutannya

Popular Posts